Minggu, 24 Mei 2015

analisis novel siti nurbaya



TUGAS APRESIASI DAN KAJIAN PROSA FIKSI
ANALISIS NOVEL SITI NURBAYA
( KASIH TAK SAMPAI )
KARANGAN MARAH RUSLI
Dosen Pengampu : Drs. Rusdian Noor Dermawan, M.Hum

Disusun Oleh :
                                                      Nama : Hartutik Sulistyo Wati
                                                      NIM    : 2014001099

PROGAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAN KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA
YOGYAKARTA
2015
A.    APRESIASI NOVEL SITI NURBAYA
Novel karangan Marah Rusli yang  nama lengkapnya yaitu Marah Halim bin Sutan Abubakar memuat novel mengenai pernikahan yang tidak diinginkan dari seorang wanita cantik dan baik mempunyai pasangan yaitu Samsul bahri , akan tetapi hubungan mereka tidak ditakdirkan untuk bersama karena kelicikan Datuk Meringgih menghancurkan segala keeingina kedua pasangan tersebut. Dalam novel ini tedapat kisah yang sangat membuat orang selalu ingin membaca dan penasaran dengan kisah seorang Siti Nurbaya, bahkan berkali-kali membaca Novel ini akan menemukan keindahan yang tampak. Indahnya bahasa yang digunakan mengkisahkan wanita yang tidak bisa melawan takdirnya. Sampai saat ini adalah suatu kisah yang telah di ketahui orang bahkan bukan pecinta pun tahu akan adanya kisah, khalayak masih memperbincangkan keindahan karya sastra yang terdapat dalam ini. Adat budaya minang yang dominan dalam berlangsungnya alur terjadinya kasih tak sampai . karya ini menarik bagi pembacanya dan pembaca sampai dalam rasa simpatik mereka rasakan jika ketika dalam keadaan yang seperti itu.
B. SINOPSIS NOVEL SITI NURBAYA ( kasih tak sampai )
           KARANGAN MARAH RUSLI
Berawal dari kampung Jawa dalam, di kota Padang , ada dua pasangan kekasih yang mulanya hanya berteman dan bersahabat ketika kecil samapi mereka remaja, sebutlah ia Siti Nurbaya anak dari baginda Sulaiman dan Samsul Bahri anak dari Sutan Mahmud Syah, mereka bertetangga dan sudah seperti saudara, Ibunya Nurbaya  meninggal saat Siti Nurbaya masih kanak-kanak, Maka bisa dikatakan itulah titik awal penderitaan hidupnya. ia hanya hidup bersama Baginda Sulaiman ayah yang sangat disayanginya.samsul Bahri memutuskan untuk meneruskan sekolahnya di Jakarta sekolah Dokter Jawa, perpisahan mereka membuat Nurbaya sangat sedih dan sebelum berangkat mereka berdua berjanji akan setia satu sama lain, ketika Samsul bahri Sudah di Jakarta, terjadilah kejadian yang sangat membuat ayah Nurbaya sedih,   Ayah Nurbaya adalah pedagang  yang terkemuka di Kota Padang. Sebagian modal usahanya merupakan uang pinjaman dari seorang rentenir bernama Datuk Maringgih.
            Pada mulanya usaha pedagangan baginda Sulaiman mendapat kemajuan pesat, hal itu tidak dikehendaki leh rentenir seperti Datuk Maringgih. Maka untuk  melampiaskan keserakahannya Datuk Maringgih menyuruh kaki tangannya membakar semua kios milik Baginda Sulaiman dengan demikian hancurlah usaha Baginda Sulaiman. Ia jatuh miskin dan tak sanggup membayar utang-utangnya pada Datuk Maringgih dan inilah kesempatan yang dinanti-nantikannya Datuk Maringgih  mendesak Baginda Sulaiman yang sudah tak berdaya agar melunasi semua hutang-hutangnya boleh hutang tersebut dianggap lunas asalkan Baginda Sulaiman mau menyerahkan Siti Nurbaya putrinya kepada Datuk Maringgih.
Menghadapi kenyataan seperti itu Baginda Sulaiman yang memang sudah tak sanggup lagi membayar hutang-hutangnya tidak menemukan pilihan lain selain yang ditawarkan oleh Datuk Maringgih.

Siti Nurbaya menangis menghadapi kenyataan bahwa dirinya yang cantik dan muda berlia harus menikah dengan Datuk Maringgih yang sudah tua bangka dan berkulit kasar seperti katak yang kikir dan bengis. Lebih sedih lagi ketikaIa teringat Samsul Bahri kekasihnya yang sedang sekolah di Jakarta. Nurbaya pun mengirim surat Samsul Bahri mengenai semua apa yang dialaminya,  Samsul Bahri pun yang sedang  ada di Jakarta mengetahui peristiwa yang terjadi di desanya, Pada suatu hari ketika Samsul Bahri dalam liburan kembali ke Padang, Ia dapat bertemu empat mata dengan Siti Nurbaya yang telah resmi menjadi istri Datuk Maringgih. Pertemuan itu diketahui oleh Datuk Maringgi sehingga terjadi keributan. Teriakan Siti Nurbaya terdengar oleh ayahnya yang tengah terbaring karena sakit keras. Baginda Sulaiman berusaha bangkit tetapi akhirnya jatuh tersungkur dan menghembuskan nafas terakhir.
             Mendengar itu Ayah Samsul Bahri yaitu Sultan Mahmud Syah yang kebetulan menjadi penghulu Kota Padang, hanya karena kesalahan anaknya tersebut  malu atas perbuatan anaknya sehingga Samsul Bahri harus kembali ke Jakarta dan Ia berjanji untuk tidak kembali lagi kepada keluarganya di Padang. Datuk Maringgih  juga tidak tinggal diam karena Siti Nurbaya mengusirnya.
            Tak lama kemudian Siti Nurbaya meninggal dunia karena memakan lemang beracun yang sengaja diberikan oleh kaki tangan Datuk Maringgih. Kematian Siti Nurbaya itu terdengar oleh Samsul Bahri sehingga dia menjadi putus asa dan mencoba melakukan bunuh diri akan tetapi mujurlah karena ia tak meninggal sejak saat itu ia hanya menyuruh Dokter untuk mengabarkan bahwa dirinya sudah meninggal. Samsul  Bahri tidak meneruskan sekolahnya dan memasuki dinas militer.
            Sepuluh Tahun kemudian dikisahkan di Kota Padang sering terjadi huru-hara dan tindakan kejahatan akibat ulah Datuk Maringgih dan orang-orangnya Samsul bahri yang telah berpangkat Letnan dikirim un tuk melakukan pengamanan. Samsul Bahri yang mengubah namanya menjadi Letnan Mas segera menyerbu kota padang. Ketika bertemu dengan Datuk Maringgih dalam suatu keributan tanpa berpikir panjang lagi Samsul Bahri menembak dadanya sampai ke jantung dan  Datuk Meringgih  jatuh tersungkur, Namun sebelum tewas Ia mengenai parangnya di kepala Samsul Bahri
            Samsul Bahri alias Letnan Mas Segera dilarikan kerumah sakit pada saat-saat terakhir menjelang ajalnya, Ia meminta dipertemukan dengan Ayahandanya ia pura-pura bukan Samsul bahri ia berpesan kepada ayahnya untuk dikuburkan di tengah-tengah Nurbaya dan ibunya Siti Maryam,dan akhirnya ia meninggal, tak lama kemudian  Sutan Mahmud Syah pun meninggal.

C.     Unsur Intrinsik
1.      Tema       : Sabar dan Takwalah yang menghantarkan insan menuju kebahagiaan.
                  Seorang wanita haruslah telindungi dan dijaga bukanlah disrusak.
2.      Alur         : Di Kota Padang  pada awal abad ke-20, Samsul bahri dan Sitti Nurbaya anak dari bangsawan Sutan Mahmud Syah dan Baginda Sulaiman  adalah tetangga dan teman kelas yang masih remaja menjalin kasih
Datanglah Datuk Meringgih yang merusak segalanya, sampai Siti Nurbaya meniggal dan akhirnya Samsul Bahri pura-pura meninggal karena ingin menuntut balas kepada Datuk Meringgih yang Licik itu.
Alur dalam novel ini close plot karena tokoh-tokoh utamanya dimatikan dan alur nya maju atau kronologis.
3.      Tokoh        :
Didalam kajian ini akan diungkapkan tokoh-tokoh yang menggugah hati nurani pembacanya,
a.       Sitti Nurbaya
Sitti Nurbaya adalah salah satu tokoh  protagonis utama dan tokoh utama, Nurbaya merupakan tokoh yang dapat mengambil keputusan sendiri untuk segala hal tentang nasib nya tersebut, anak dari baginda Sulaiman seorang saudagar kaya di Padang. Nurbaya biasa dipanggilnya ia anak yang cantik rupa, kulakuan, dan adatnya tertib dan sopan baik hatinya. Akan tetapi malang nasibnya mulai dari ia menikah dengan datuk Meringgih sampai dirinya sendiri meninggal karena memakan lemak beracun.



b.      Samsul Bahri
Samsul Bahri adalah salah satu tokoh Tambahan utama yang sangat berperan dalam kehidupan Siti Nurbaya, ia sesosok tokoh protagonis. Orang nya pandai sahaja, tingkah lakunya baik tertib, sopan, santun dan halus budi bahasanya.
c.       Datuk meringgih
Datuk Meringgih adalah salah satu tokoh tambahan Utama, sosoknya  antagonis
Ia adalah seorang saudagar Padang yang amat sangat kikir, kasar , gila akan harta dan bengis .
d.      Sutan Mahmud Syah
Sutan Mahmud Syah adalah salah satu tokoh tambahan ayah dari Samsul Bahri Penghulu di Padang , yang bersifat baik, pengasih penyayang dan adil . akan tetapi kesalahan anaknya yang hanya sedikit membuatnya murka terhadap Samsul Bahri.
e.       Arifin dan Bakhtiar
Arifin dan Bakhtiar  adalah sahabat dari Siti Nurbaya dan Samsul Bahri yang mencerminkan tokoh protagonis, setia pada sahabatnya.
f.       Baginda Sulaiman
Babginda sulaiman adalah tokoh Protagonis ayah dari Siti Nurbaya
g.      Pak Ali
h.      Pak Ali adalah tokoh protagonis yang lurus hatinya dan baik budi , ia setia menjaga Siti Nurbaya dengan Samsul Bahri.
i.        Rukiah
Rukiah adalah kemenakan Sutan Mahmud Syah, anak dari Putri Rukiah saudara Sutan Mahmud.
j.        Putri Rubiah
Putri Rubiah adalah saudara dari Sutan Mahmud sosok yang antagonis yang membenci istri Sutan Mahmud Syah
k.       Siti Maryam
Siti Maryam adalah ibu dari Samsul Bahri yang baik dan penyayang berperan tokoh protagonis.
l.        Nyonya Van Der Stier
Nyonya van der stier adalah guru hitung di sekolah
m.    Alimah
n.      Alimah adalah saudara Siti Nurbaya salah satu tokoh protagonis yang telah bercerai dengan suaminya, dan ia menjadi janda.
o.      Ahmad Maulana dan Fatimah
Ahmad maulana Ayah Alimah dan Fatimah ibu Alimah.


4.      Latar
Latar Tempat            : Kampung Jawa dalam, Ranah Padang
                                  Jakarta
                  Latar Waktu              : pagi, siang, sore dan malam , dan ketika Rusuh perkara
                                                 Belasting
                  Latar Lingkungan      :  Sosial Budaya adat Melayu kuno
                                                      Menggunakan bahasa melayu
5.      Sudut Pandang :
Sudut pandang yang digunakan yaitu sudut pandang orang ke-3 serba tahu

6.      Gaya Bahasa    : 
bahasa yang digunakan yaitu bahasa Melayu, bahasa Indonesia

7.      Judul                 : Malangnya sepasang kekasih yang terpisah oleh takdir.
 
8.      Amanat            : berkorban untuk orang tua adalah hal yang baik, pengorbanan untuk kekasih haruslah di usahakan semaksial mungkin dan kejahatan sebaiknya diberantas diperbaiki untuk lebih baik.

D.    Unsur Ektrinsik
Nilai ekonomi  : bangkrut nya baginda Sulaiman membuat Siti Nurbaya  mengorbankan menjadi Istri Datuk Meringgih.
Nilai sosial            : adanya kepedulian tehadap sesama
Nilai Moral       : adanya asmara kedua pasangan yang saling mencintai dan dipisahkan dengan kedatangan Datuk yang licik.

perkembangan kognitif di awal remaja



Makalah Perkembangan Peserta Didik
Perkembangan Kognitif  di Awal Remaja
Dosen Pengampu : Dra.Hj. Seniati, M.pd.
Disusun Oleh :
                                         Mutia Alfi Rahmania        (2014001091)
                                         Hartutik Sulistyo Wati      (2014001099)
                                         Ayu Permatasari                 (2014001115)
                                         Rina Marlisa                       (2014001119)
                                         Siti Wasingatur Rohmah   (2014001135)
PROGAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAN KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA
YOGYAKARTA
2014/2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembahasan Psikologi Perkembangan Peserta Didik meliputi mulai dari perkembangan pranatal sampai perkembangan pada masa dewasa. Pembahasan sebelum ini adalah tentang perkembangan anak masa sekolah yang dikenal juga dengan perkembangan akhir masa kanak-kanak, yang mana pada masa anak-anak yang sudah melanjutkan ke jenjang pendidikan  sekolah dasar. Selanjutnya  dalam bab ini kami akan membahas tentang perkembangan peserta didik pada masa remaja yang mana pada masa ini adalah masa peralihan dari masa sekolah menuju masa puberitas, yang mempengaruhi penyesuaian diri pribadi dan penyesuaian sosial anak.
Dari uaraian di atas sudah tergambar pembahasan yang akan kami uraikan dalam makalah ini, yaitu tentang “Perkembangan Peserta Didik diawal Remaja” Rumusan masalah yang akan dibahas dapat kami gambarkan dalam uraian berikut ini:
1.      Pengertian Perkembangan Kognitif
2.      Perkembangan Pengambilan Keputusan
3.      Perkembangan Orientasi Masa Depan
4.      Perkembangan Kognisi Sosial
5.      Perkembangan Penalaran Moral
6.      Perkembangan Pemahaman Agama

B. TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuannya adalah untuk:
                   1.  Memahami pengertian perkembangan kognitif.
2. Memahami Perkembangan Pengambilan Keputusan
3.  Memahami Perkembangan Orientasi Masa Depan
4.  Memahami Perkembangan Kognisi Sosial
5.  Memahami Perkembangan Penalaran Moral
6.  Memahami Perkembangan Pemahaman Agama


BAB II
PEMBAHASAN
1.  Perkembangan Kognitif
 Perkembangan Intelegensi/Kognitif
Perkembangan intelegensi/kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa.
·         Sensori Motor pada usia 0-2 tahun ( Pra PAUD )
Tahap ini ditandai oleh seorang individu berinteraksi dengan lingkunganya melalui alat indera dan gerakan. Perkembangan kognitif pada tahap ini didasarkan pada pengalaman langsung dengan pancaindra. Owens,Jr.(1984) mengatakan secara berangsur-angsur anak mulai mampu mempresentasikan realita melalui simbol dan menemukan cara-cara memenuhi keinginanya.  Kegiatanya misalnya mengambil sesuatu dengan menarik kursi, menirukan gerakan tertentu, dan mengenal teman-temanya.
·         Praoperasional pada usia 2-7 tahun ( TK, Play Group sederajat )
Tahap ini juga disebut dengan tahap intuitif dimana terjadinya perkembangan fungsi simbol, bahasa, pemecahan masalah yang bersifat fisik serta kemampuan mengategorisasikan. Proses berfikir pada masa ini ditandai dengan keterpusatan, tak dapat diubah, dan egosenrtis.
·         Operasi Kongkret pada usia 7-11 tahun SD/ MI Sederajat
Proses berfikir anak harus kongkret, belum bisa berfikir abstrak. Dengan demikian, pada masa ini dalam menyelesaikan masalah anak menggunakan logika-logika yang kongkret atau bersifat fisik. Kemudian pada tahap ini pula anak sudah mulai dapat menyusun kategori berdasarkan hierarki.
·         Operasi Formal pada usia 11 tahun ke atas  ( SMP s.d Perguruan Tinggi )
Proses berfikir pada masa ini sudah mulai abstrak, penalaran yang kompleks sudah mulai digunakan, dan sudah dapat menguji satu hipotesis dalam mentalnya.
 Piaget (dalam Papalia & Olds, 2001) mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak. Piaget menyebut tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi formal (suatu tahap dimana seseorang sudah mampu berpikir secara abstrak).
Pada tahap ini, remaja juga sudah mulai mampu berspekulasi tentang sesuatu, dimana mereka sudah mulai membayangkan sesuatu yang diinginkan di masa depan. Perkembangan kognitif yang terjadi pada remaja juga dapat dilihat dari kemampuan seorang remaja untuk berpikir lebih logis. Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, dimana mereka mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan (Santrock, 2001).
Salah satu bagian perkembangan kognitif masa kanak-kanak yang belum sepenuhnya ditinggalkan oleh remaja adalah kecenderungan cara berpikir egosentrisme (ketidakmampuan melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain) (Piaget dalam
Papalia & Olds, 2001). Elkind (dalam Beyth-Marom et al., 1993; dalam Papalia &
Olds, 2001) mengungkapkan salah satu bentuk cara berpikir egosentrisme yang dikenal dengan istilah personal fable (berisi keyakinan bahwa diri seseorang adalah unik dan memiliki karakteristik khusus yang hebat, yang diyakini benar adanya tanpa menyadari sudut pandang orang lain dan fakta sebenarnya). Beberapa uraian tentang pengertian kecerdasan/intelegensi menurut para ahli :
a. S.C. Utami Munandar : kemampuan berpikir, belajar, menyesuaikan diri.
b.Alferd Binet : kemampuan beradaptasi, mengadakan kritik terhadap masalah yang dihadapi, dan kemampuan untuk memecahkan masalah.
c.L.L. Thurstone : kecakapan mengamati dan menafsirkan, kecakapan dan kefasihan untuk menggunakan kata – kata, kecakapan mengingat.
d.Edward Thorndike : kemampuan individu untuk memberikan respon yang tepat terhadap stimulasi yang diterimanya.
e.George D. Stodard : kecakapan dalam menyatakan tingkah laku.
f.William Stern : kapasitas atau kecakapan umum pada individu secara sadar untuk menyesuaikan pikirannya pada situasi yang dihadapinya.
g.Carl Whitherington : kemampuan bertindak sebagaimana dimanifestasikan dalam kemampuan – kemampuan/kegiatan – kegiatan.
h.J.P. Chaplin (1975) : kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif.
i.Anita E. Woolfok (1995) : kemampuan untuk belajar, memperoleh dan menggunakan pengetahuan dalam rangka memecahkan masalah dan beradaptasi dengan lingkungan.
Teori – teori intelegensi yang dikembangkan beberap a orang ahli antara lain sebagai
berikut :
1).Teori two factor oleh Charles Spearman (1904) yang berisi teori “g” (general factor) dan “s” (specific factor).
2)Teori primary mental abilities oleh Thurstone (1938) yang berisi kemampuan verbal/berbahasa, kemampuan nalar/berpikir logis, kemampuan tilikan ruang, kemampuan menghitung, kemampuan mengamati dengan cermat.
3) Teori multiple intelligence oleh J.P. Guilford dan Howard Gardner. Teori ini berisi operasi mental (proses berpikir), content (isi yang dipikirkan), product (hasil berpikir).
4) Teori triachic of intelligence oleh Robert Stenberg (1985, 1990). Teori ini berisi tentang psoses berpikir, meniru/belajar dari pengalaman baru, dan adaptasi dengan lingkungan.
Tingkatan intelegensi :
a) Idiot (IQ 0 – 29).
b) Imbecile (IQ 30 – 40).
c) Moron atau debil (IQ 50 – 59).
d) Bodoh (IQ 70 – 79).
e) Normal rendah (IQ 90 – 109).
f) Normal tinggi (IQ 110 – 119).
g) Cerdas/superior (IQ 120 – 129).
h) Sangat cerdas/gifted (IQ 130 – 139).
i) Genius (IQ > 140).

2.  Perkembangan Pengambilan Keputusan
a.       Pengambilan keputusan (decision making)merupakan salah satu bentuk perbuatan berfikir dan hasil dari perbuatan tersebut keputusan.ini berarti bahwa dengan melihat bagaimana seorang remaja mengambil suatu keputusan, maka dapat diketahui perkembangan pemikirannya
Remaja dapat memahami bahwa tindakan yang dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada masa yang akan datang. Dengan demikian, seorang remaja mampu memperkirakan konsekuensi dari tindakannya, termasuk adanya kemungkinan yang dapat membahayakan dirinya. Dengan kemampuan tersebut maka remaja semakin yakin akan kemampuannya dalam mengambil keputusan sendiri dan tidak lagi terlalu
tergantung pada kepada orang lain (Murniati & Beatrix, 2000) yang sering mengakibatkan konflik remaja dengan sekolah, orangtua atau lingkungannya.
Pada tahap ini, remaja juga sudah mulai mampu berspekulasi tentang sesuatu, dimana mereka sudah mulai membayangkan sesuatu yang diinginkan di masa depan. Perkembangan kognitif yang terjadi pada remaja juga dapat dilihat dari kemampuan seorang remaja untuk berpikir lebih logis.



3. Perkembangan Orientasi Masa Depan
Bagi remaja pada umumnya, masa depan baru merupakan bayangan, suatu konsep yang belum jelas. Ada kecenderungan apa yang dilakukannya saat ini belum berorientasi ke masa depan. Remaja masih menghadapi kebingungan akan perannya di masa datang.
Orientasi masa depan sangat erat kaitannya dengan harapan-harapan, tujuan, standar serta rencana dan strategi yang dilakukan untuk mencapai sebuah tujuan, mimpi-mimpi dan cita-cita (Nurmi, 1991). Nurmi menyebutkan bahwa orientasi masa depan merupakan sesuatu yang kompleks, multi dimensi dan banyak hal terkait fenomenanya. Ia juga menyatakan bahwa orientasi masa depan ini sangat erat kaitannya dengan harapan-harapan, tujuan, standar serta rencana dan strategi yang dilakukan untuk mencapai sebuah tujuan, mimpi-mimpi dan cita-cita (Nurmi 1989). Selain itu digambarkan bahwa orientasi masa depan ini adalah bagaimana seorang individu memandang dirinya sendiri di masa mendatang, gambaran tersebut membantu individu dalam menempatkan dan mengarahkan dirinya untuk mencapai apa yang ingin diraihnya (Nurmi 1989). Menurut Nurmi (dalam Nurmi, et al. 2003) orientasi masa depan ini orientasinya menekankan pada aspek pendidikan, pekerjaan dan pernikahan. Mengacu pada pendapat Nurmi tersebut, pelatihan dalam rangka pengabdian ini memfokuskan pengembangan orientasi masa depan remaja pada bidang pekerjaan.
Sementara berkaitan dengan aspek kognitif, orientasi masa depan merupakan proses antisipasi individu terhadap masa depannya. Dalam hal ini ada individu yang menggambarkan dirinya lebih rumit, lebih sederhana, lebih atau kurang, realistik dan tepat. Sehingga akan terlihat besar kecilnya kontrol yang dimiliki individu atas masa depannya sendiri. Individu akan diketahui apakah ia berorientasi masa depannya lebih disebabkan oleh faktor-faktor luar atau faktor-faktor dari dalam individu itu sendiri.
Proses pembentukan orientasi masa depan dijelaskan melalui tiga tahap yang berinteraksi dengan skemata yang dihasilkan individu. Ketiga tahap tersebut antara lain motivasi, perencanaan dan evaluasi. Motivasi mencakup apa yang menjadi minat individu di masa depan. Perencanaan adalah bagaimana individu merealisasikan minat mereka. Sementara evaluasi meliputi penilaian terhadap sejumlah minat yang diharapkan dapat terwujud.
Mengacu pada tiga proses pembentukan orientasi masa depan, pelatihan orientasi masa depan ini menggunakan pendekatan Experiential Learning. Adapun materi pelatihan terdiri dari tiga materi utama meliputi : perencanaan, komitmen dan menumbuhkan kepercayaan diri yang diarahkan untuk mengeksplorasi tiga dimensi (tahapan) orientasi masa depan yaitu motivasi, perencanaan dan evaluasi diri dalam penyusunan orientasi masa depan.
Penggunaan pendekatan experiential learning dinilai lebih tepat mengingat usia subyek penelitian yang berada pada fase remaja. Perkembangan kognitif pada fase ini memungkinkan mereka berpikir konseptual dan mampu menemukan sendiri sejumlah aspek yang dipelajari dari materi yang digunakan. Pendekatan experiential learning akan memberikan pengalaman langsung melalui sejumlah simulasi mengenai orientasi masa depan dalam bentuk permainan. Subjek penelitian akan merasakan secara langsung kesulitan, tantangan, kegagalan dan keberhasilan dalam pelaksanaan sejumlah tugas (Ancok, 2002).
Penggunaan pendekatan experiential learning berimplikasi pada penggunaan metode dalam kegiatan pelatihan ini yang disesuaikan dengan tujuan dari setiap materi yang disampaikan. Untuk mencapai tujuan pelatihan yaitu penyusunan orientasi masa depan, diberikan variasi metode penyampaian materi, diantaranya diskusi, permainan dan pemberian tugas individual selama dua pekan. Harapannya melalui metode diskusi dan permainan akan memudahkan pemahaman peserta peserta terhadap materi yang disajikan melalui pengalaman dan penghayatan langsung terkait orientasi masa depan.
Dalam upaya menyiapkan peserta kepada materi pelatihan, mengawali kegiatan pelatihan posisi tempat duduk peserta membentuk huruf”U” dengan harapan memudahkan interaksi fasilitator dan peserta. Penyampaian materi oleh fasilitator dibantu media multimedia dan penayangan video tentang cita-cita seorang anak usia balita. Peserta dibagi menjadi 8 kelompok dan selama pemaparan materi setiap peserta diminta menyimak. Setelah pemaparan selesai, setiap kelompok diminta mempresentasikan kesimpulan yang mereka pahami dari pemaparan yang sudah diberikan fasilitator. Penggunaan multimedia seperti tayangan video tentang cita-cita seorang anak usia balita diharapkan membantu peserta untuk memahami bahwa identifikasi pekerjaan yang dicita-citakan individu pada dasarnya sudah berjalan sejak usia dini.
Untuk mengembangkan kemampuan evaluasi dalam penyusunan orientasi masa depan, diberikan permainan Bola Pingpong dengan harapan peserta mengenali kekuatan dan kelemahan diri. Pemahaman tentang kekuatan dan kelemahan kecakapan diri akan membantu peserta untuk mengevaluasi perencanaan masa depannya. Melalui permainan ini peserta diharapkan mempu memutuskan target yang dipilih berdasarkan pemahaman tentang kekuatan dan kelemahan dirinya dan belajar membuat keputusan berdasarkan pemikiran yang rasional. Proses debriefing dan penarikan kesimpulan setelah permainan berakhir diharapkan mampu memberikan insight kepada peserta bahwa makna dari permainan ini dapat diterapkan dalam menghadapi situasi lain khususnya berkaitan dengan evaluasi dan perencaan masa depan bidang pekerjaan yang dicita-citakan masing-masing peserta.
Hasil analisis desktriptif menunjukkan adanya peningkatan skor kemampuan menyusun orientasi masa depan subyek penelitian sebelum dan sesudah pelatihan. Demikian pula hasil analisis statitik menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pelatihan terhadap kemampuan orientasi masa depan peserta. Namun mengingat pada kegiatan ini tidak
menyertakan kelompok kontrol, maka kita tidak bisa mengatakan bahwa perubahan yang terjadi pada peserta seratus persen (100%) sebagai akibat proses kegiatan pelatihan ini.
Meskipun demikian dengan mengikuti pelatihan ini subyek diharapkan mengetahui hal-hal yang harus mereka persiapkan untuk menghadapi masa depan. Setidaknya subyek memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk mencapai pekerjaan yang dicita-citakannya. Subyek diharapkan dapat menyusun strategi untuk mencapai harapan akan pekerjaan di masa yang akan datang dengan memperhatikan peluang-peluang yang ada dan kemampuan yang dimilikinya.
4.  Perkembangan Kognisi Sosial
Menurut Dacey & Kenny (1997) yang dimaksud dengan kognisi sosial adalah kemampuan untuk berfikir secara kritis mengenai isu – isu dalam hubungan interpersonal, yang berkembang sejalan dengan usia dan pengalaman, serta berguna untuk memahami orang lain dan menentukan bagaimana melakukan interaksi dengan mereka.



5. Perkembangan Penalaran Moral
Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya seperti yang diungkapkan oleh Kohlberg. Tahapan tersebut dibuat saat ia belajar psikologi di University of Chaniago berdasarkan teori yang ia buat setelah terinspirasi hasil kerja Jean Piaget dan kekagumannya akan reaksi anak-anak terhadap dilema moral. Ia menulis disertasi doktornya pada tahun 1958  yang menjadi awal dari apa yang sekarang disebut tahapan-tahapan perkembangan moral dari Kohlberg.
Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari perilaku etis. mempunyai enam tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi. Ia mengikuti perkembangan dari keputusan moral seiring penambahan usia yang semula diteliti Piaget,  yang menyatakan bahwa logika dan moralitas berkembang melalui tahapan-tahapan konstruktif.  Kohlberg memperluas pandangan dasar ini, dengan menentukan bahwa proses perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan dengan keadilan dan perkembangannya berlanjut selama kehidupan, walaupun ada dialog yang mempertanyakan implikasi filosofis dari penelitiannya.
Kohlberg menggunakan ceritera-ceritera tentang dilema moral dalam penelitiannya, dan ia tertarik pada bagaimana orang-orang akan menjustifikasi tindakan-tindakan mereka bila mereka berada dalam persoalan moral yang sama. Kohlberg kemudian mengkategorisasi dan mengklasifikasi respon yang dimunculkan ke dalam enam tahap yang berbeda. Keenam tahapan tersebut dibagi ke dalam tiga tingkatan: pra-konvensional, konvensional, dan pasca-konvensional Teorinya didasarkan pada tahapan perkembangan konstruktif; setiap tahapan dan tingkatan memberi tanggapan yang lebih adekuat terhadap dilema-dilema moral dibanding tahap/tingkat sebelumnya.
Tahapan-tahapan
Keenam tahapan perkembangan moral dari Kolhlberg dikelompokkan ke dalam tiga tingkatan: pra-konvensional, konvensional, dan pasca-konvensional. Mengikuti persyaratan yang dikemukakan Piaget untuk suatu , adalah sangat jarang terjadi kemunduran dalam tahapan-tahapan ini. Walaupun demikian, tidak ada suatu fungsi yang berada dalam tahapan tertinggi sepanjang waktu. Juga tidak dimungkinkan untuk melompati suatu tahapan; setiap tahap memiliki perspektif yang baru dan diperlukan, dan lebih komprehensif, beragam, dan terintegrasi dibanding tahap sebelumnya.
Tingkat 1 (Pra-Konvensional)
1. Orientasi kepatuhan dan hukuman
2. Orientasi minat pribadi
( Apa untungnya buat saya?)
Tingkat 2 (Konvensional)
3. Orientasi keserasian interpersonal dan konformitas
( Sikap anak baik)
4. Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial
( Moralitas hukum dan aturan)
Tingkat 3 (Pasca-Konvensional)
5. Orientasi kontrak sosial
6. Prinsip etika universal
( Principled conscience)
Pra-Konvensional
Tingkat pra-konvensional dari penalaran moral umumnya ada pada anak-anak, walaupun orang dewasa juga dapat menunjukkan penalaran dalam tahap ini. Seseorang yang berada dalam tingkat pra-konvensional menilai moralitas dari suatu tindakan berdasarkan konsekuensinya langsung. Tingkat pra-konvensional terdiri dari dua tahapan awal dalam perkembangan moral, dan murni melihat diri dalam bentuk egosentris.
Dalam tahap pertama, individu-individu memfokuskan diri pada konsekuensi langsung dari tindakan mereka yang dirasakan sendiri. Sebagai contoh, suatu tindakan dianggap salah secara moral bila orang yang melakukannya dihukum. Semakin keras hukuman diberikan dianggap semakin salah tindakan itu.Sebagai tambahan, ia tidak tahu bahwa sudut pandang orang lain berbeda dari sudut pandang dirinya. Tahapan ini bisa dilihat sebagai sejenis otoritisme.
Tahap dua menempati posisi apa untungnya buat saya, perilaku yang benar didefinisikan dengan apa yang paling diminatinya. Penalaran tahap dua kurang menunjukkan perhatian pada kebutuhan orang lain, hanya sampai tahap bila kebutuhan itu juga berpengaruh terhadap kebutuhannya sendiri, seperti “kamu garuk punggungku, dan akan kugaruk juga punggungmu.” Dalam tahap dua perhatian kepada oranglain tidak didasari oleh loyalitas atau faktor yang berifat intrinsik. Kekurangan perspektif tentang masyarakat dalam tingkat pra-konvensional, berbeda dengan kontrak sosial (tahap lima), sebab semua tindakan dilakukan untuk melayani kebutuhan diri sendiri saja. Bagi mereka dari tahap dua, perpektif dunia dilihat sebagai sesuatu yang bersifat relatif secara moral.
Konvensional
Tingkat konvensional umumnya ada pada seorang remaja atau orang dewasa. Orang di tahapan ini menilai moralitas dari suatu tindakan dengan membandingkannya dengan pandangan dan harapan masyarakat. Tingkat konvensional terdiri dari tahap ketiga dan keempat dalam perkembangan moral.
Dalam tahap tiga, seseorang memasuki masyarakat dan memiliki peran sosial. Individu mau menerima persetujuan atau ketidaksetujuan dari orang-orang lain karena hal tersebut merefleksikan persetujuan masyarakat terhadap peran yang dimilikinya. Mereka mencoba menjadi seorang anak baik untuk memenuhi harapan tersebut, karena telah mengetahui ada gunanya melakukan hal tersebut. Penalaran tahap tiga menilai moralitas dari suatu tindakan dengan mengevaluasi konsekuensinya dalam bentuk hubungan interpersonal, yang mulai menyertakan hal seperti rasa hormat, rasa terimakasih, dan golden rule. Keinginan untuk mematuhi aturan dan otoritas ada hanya untuk membantu peran sosial yang stereotip ini. Maksud dari suatu tindakan memainkan peran yang lebih signifikan dalam penalaran di tahap ini; 'mereka bermaksud baik…'.
Dalam tahap empat, adalah penting untuk mematuhi hukum,keputusan dan konvensi sosial karena berguna dalam memelihara fungsi dari masyarakat. Penalaran moral dalam tahap empat lebih dari sekedar kebutuhan akan penerimaan individual seperti dalam tahap tiga; kebutuhan masyarakat harus melebihi kebutuhan pribadi. Idealisme utama sering menentukan apa yang benar dan apa yang salah, seperti dalam kasus fundametalisme. Bila seseorang bisa melanggar hukum, mungkin orang lain juga akan begitu - sehingga ada kewajiban atau tugas untuk mematuhi hukum dan aturan. Bila seseorang melanggar hukum, maka ia salah secara moral, sehingga celaan menjadi faktor yang signifikan dalam tahap ini karena memisahkan yang buruk dari yang baik.


Pasca-Konvensional
Tingkatan pasca konvensional, juga dikenal sebagai tingkat berprinsip, terdiri dari tahap lima dan enam dari perkembangan moral. Kenyataan bahwa individu-individu adalah entitas yang terpisah dari masyarakat kini menjadi semakin jelas. Perspektif seseorang harus dilihat sebelum perspektif masyarakat. Akibat ‘hakekat diri mendahului orang lain’ ini membuat tingkatan pasca-konvensional sering tertukar dengan perilaku pra-konvensional.
Dalam tahap Lima, individu-individu dipandang sebagai memiliki pendapat-pendapat dan nilai-nilai yang berbeda, dan adalah penting bahwa mereka dihormati dan dihargai tanpa memihak. Permasalahan yang tidak dianggap sebagai relatif seperti kehidupan dan pilihan jangan sampai ditahan atau dihambat. Kenyataannya, tidak ada pilihan yang pasti benar atau absolut - 'memang anda siapa membuat keputusan kalau yang lain tidak'? Sejalan dengan itu, hukum dilihat sebagai kontak sosial dan bukannya keputusan kaku. Aturan-aturan yang tidak mengakibatkan kesejahteraan sosial harus diubah bila perlu demi terpenuhinya kebaikan terbanyak untuk sebanyak-banyaknya orang. Hal tersebut diperoleh melalui keputusan mayoritas , dan kompromi .  Dalam hal ini, pemerintahan yang Demokratis tampak berlandaskan pada penalaran tahap lima.
Dalam tahap enam, penalaran moral berdasar pada penalaran abstrak menggunakan etika prinsip universal. Hukum hanya valid bila berdasar pada keadilan , dan komitmen terhadap keadilan juga menyertakan keharusan untuk tidak mematuhi hukum yang tidak adil. Hak tidak perlu sebagai kontrak sosial dan tidak penting untuk tindakan moral deontis. Keputusan dihasilkan secara kategoris dalam cara yang absolut dan bukannya secara hipotetis secara kondisional (lihat imperatif kategori dari immanuel kant). Hal ini bisa dilakukan dengan membayangkan apa yang akan dilakukan seseorang saat menjadi orang lain, yang juga memikirkan apa yang dilakukan bila berpikiran sama (lihaveil of ignorance dari John Rawls). Tindakan yang diambil adalah hasil konsensus. Dengan cara ini, tindakan tidak pernah menjadi cara tapi selalu menjadi hasil; seseorang bertindak karena hal itu benar, dan bukan karena ada maksud pribadi, sesuai harapan, legal, atau sudah disetujui sebelumnya. Walau Kohlberg yakin bahwa tahapan ini ada, ia merasa kesulitan untuk menemukan seseorang yang menggunakannya secara konsisten. Tampaknya orang sukar, kalaupun ada, yang bisa mencapai tahap enam dari model Kohlberg ini.


6.Perkembangan Pemahaman Agama Perkembangan Keagamaan Remaja.
Latar belakang kehidupan keagamaan remaja dan ajaran agamanya berkenaan dengan hakekat dan nasib manusia, memainkan peranan penting dalam menentukan konsepsinya tentang apa dan siapa dia, dan akan menjadi apa dia. Agama, seperti yang kita temukan dalam kehidupan sehari-hari, terdiri atas suatu sistem tentang keyakinan-keyakinan, sikap-sikap danpraktek-praktek yang kita anut, pada umumnya berpusat sekitar pemujaan. Dari sudut pandangan individu yang beragama, agama adalah sesuatu yang menjadi urusan terakhir baginya. Artinya bagi kebanyakan orang, agama merupakan jawaban terhadap kehausannya akan kepastian, jaminan, dan keyakinan tempat mereka melekatkan dirinya dan untuk menopang harapan-harapannya. Dari sudut pandangan social, seseorang berusaha melalui agamanya untuk memasuki hubungan-hubungan bermakna dengan orang lain, mencapai komitmen yang ia pegang bersama dengan orang lain dalam ketaatan yang umum terhadapnya.bagi kebanyakan orang, agama merupakan dasar terhadap falsafah hidupnya. Penemuan lain menunjukkan, bahwa sekalipun pada masa remaja banyak mempertanyakan kepercayaan-kepercayaan keagamaan mereka, namun pada akhirnya kembali lagi kepada kepercayaan tersebut. Banyak orang yang pada usia dua puluhan dan awal tiga puluhan, tatkala mereka sudah menjadi orang tua, kembali melakukan praktek-praktek yang sebelumnya mereka abaikan (Bossard dan Boll, 1943). Bagi remaja, agama memiliki arti yang sama pentingnya dengan moral. Bahkan, sebagaiman dijelaskan oleh Adams & Gullotta (1983), agama memberikan sebuah kerangka moral, sehingga membuat seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya. Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bias memberikan penjelasan mengapa dan untuk apa seseorang berada didunia ini. Agama memberikan perlindungan rasa aman, terutama bagi remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya. Dibandingkan dengan masa awal anak-anak misalnya, keyakinan agama remaja telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Kalau pada masa awal anak-anak ketika mereka baru memiliki kemampuan berpikir simbolik. Tuhan dibayangkan sebagai person yang berada diawan, maka pada masa remajamereka mungkin berusaha mencari sebuah konsep yang lebih mendalam tentang Tuhan dan eksistensi.
Perkembangan pemahaman remaja terhadap keyakinan agama ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan kognitifnya. Oleh karena itu meskipun pada masa awal anak-anak ia telah diajarkan agama oleh orang tua mereka, namun karena pada masa remaja mereka mengalami kemajuann dalam perkembangan kognitif, mereka mungkin mempertanyakan tentang kebenaran keyakinan agama mereka sendiri. Sehubungan dengan pengaruh perekembangan kognitif terhadap perkembangan agama selama masa remaja ini. Dalam suatu studi yang dilakukan Goldman (1962) tentang perkembangan pemahaman agama anak-anak dan remaja dengan latar belakang teori perkembangan kognitif Piaget, ditemukan bahwa perkembangan pemahaman agama remaja berada pada tahap 3, yaitu formal operational religious thought, di mana remaja memperlihatkann pemahaman agama yang lebih abstrak dan hipotesis. Peneliti lain juga menemukan perubahan perkembangan yang sama, pada anak-anak dan remaja. Oser & Gmunder, 1991 (dalam Santrock, 1998) misalnya menemukan bahwa remaja usia sekitar 17 atau 18 tahun makin meningkat ulasannya tentang kebebasan, pemahaman, dan pengharapan konsep-konsep abstrak ketika membuat pertimbangan tentang agama.
James Fowler (1976) mengajukan pandangan lain dalam perkembangan konsep religius. Indiduating-reflexive faith adalah tahap yang dikemukakan Fawler, muncul pada masa remaja akhir yang merupakan masa yang penting dalam perkembangan identitas keagamaan. Untuk pertama kalinya dalam hidup mereka, individu memiliki tanggung jawab penuh atas keyakinan religius mereka. Sebelumnya mereka mengandalkan semuanya pada keyakinan orang tuanya. Salah satu area dari pengaruh agama terhadap perkembangan remaja adalah kegiatan seksual. Walaupun keanakaragaman dan perubahan dalam pengajaran menyulitkan kita untuk menentukan karakteristik doktrin keagamaan, tetapi sebagian besar agama tidak mendukung seks pra-nikah. Oleh karena itu, tingkat keterlibatan remaja dalam organisai keagamaan mungkin lebih penting dari pada sekedar keanggotaan mereka dalam menentukan sikap dan tingkah laku seks pranikah mereka. Remaja yang sering menghadiri ibadat keagamaan dapat mendengarkan pesan-pesan untuk menjauhkan diri dari seks. Remaja masa kini menaruh minat pada agama dan menganggap bahwa agama berperan penting dalam kehidupan. Minat pada agama antara lain tampak dengan dengan membahas masalah agama, mengikuti pelajaran-pelajaran agama di sekolah dan perguruan tinggi, mengunjungi tempat ibadah dan mengikuti berbagai upacara agama. Sejalan dengan perkembangan kesadaran moralitas, perkembangan penghayatan keagamaan, yang erat hubungannya dengan perkembangan intelektual disamping emosional dan volisional (konatif) mengalami perkembangan.
 Para ahli umumnya (Zakiah Daradjat, Starbuch, William James) sependapat bahwa pada garis besarnya perkembangan penghayatan keagamaan itu dapat di bagi dalam tiga tahapan yang secara kulitatif menunjukkan karakteristik yang berbeda. Adapun penghayatan keagamaan remaja adalah sebagai berikut: 1) Masa awal remaja (12-18 tahun) dapat dibagi ke dalam dua sub tahapan sebagai berikut:
a) Sikap negative (meskipun tidak selalu terang-terangan) disebabkan alam pikirannya yang kritis melihat kenyataan orang-orang beragama secara hipocrit (pura-pura) yang pengakuan dan ucapannya tidak selalu selaras dengan perbuatannya.
 b) Pandangan dalam hal ke-Tuhanannya menjadi kacau karena ia banyak membaca atau mendengar berbagai konsep dan pemikiran atau aliran paham banyak yang tidak cocok atau bertentangan satu sama lain.
c) Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptic(diliputi kewas-wasan) sehingga banyak yang enggan melakukan berbagai kegiatan ritual yang selama ini dilakukannya dengan kepatuhan.
 2) Masa remaja akhir yang ditandai antara lain oleh hal-hal berikyut ini:
a) Sikap kembali, pada umumnya, kearah positif dengan tercapainya kedewasaan intelektual, bahkan agama dapat menjadi pegangan hidupnya menjelanh dewasa.
b) Pandangan dalam hal ke-Tuhanan dipahamkannya dalam konteks agama yang dianut dan dipilihnya.
c) Penghayatan rohaniahnya kembali tenanh setelah melalui proses identifikasi dan merindu puja ia dapat membedakan antara agama sebagai doktrin atau ajaran dan manusia penganutnya, yang baik shalih) dari yang tidak. Ia juga memahami bahwa terdapat berbagai aliran paham dan jenis keagamaan yang penuh toleransi seyogyanya diterima sebagai kenyataan yang hidup didunia ini. Menurut Wagner (1970) banyak remaja menyelidiki agama sebagai suatu sumber dari rangsangan emosial dan intelektual. Para pemuda ingin mempelajari agama berdasarkan pengertian intelektual dan tidak ingin menerimanya secara begitu saja. Mereka meragukan agama bukan karena ingin manjadi agnostik atau atheis, melainkan karena ingin menerima agama sebagai sesuatu yang bermakna berdasarkan keinginan mereka untuk mandiri dan bebas menentukan keputusan-keputusan mereka sendiri. Pengertian psikologi perkembangan dan makna remaja



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Perkembangan kognitif pada peserta didik merupakan suatu pembahasan yang cukup penting bagi pengajar maupun orang tua. Perkembangan kognitif pada anak merupakan kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan masalah yang termasuk dalam proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya.
Dalam memahami perkembangan kognitif, kita harus mengetahui proses perkembangan kognitif tersebut. Selain itu karakteristik perkembangan kognitif peserta didik juga harus dapat dipahami semua pihak. Dengan pemahaman pada karakteristik perkembangan peserta didik, pengajar dan orang tua dapat mengetahui sebatas apa perkembangan yang dimiliki anak didiknya sesuai dengan usia mereka masing-masing, sehingga pengajar dan orang tua dapat menerapkan ilmu yang sesuai dengan kemampuan kognitif masing-masing anak didik.
Meskipun banyak hal dan kendala dalam perkembangan kognitif remaja, setidaknya kita sebagai calon pengajar maupun sebagai orang tua harus memahami tentang perkembangan kognitif dan tahap-tahap karakteristik perkembangan kognitif agar kita mampu mengetahui perkembangan kemampuan kognitif masing-masing anak.









Daftar Pustaka
Sutirna.2013. Perkembangan dan Pertumbuhan Peserta Didik. Yogyakarta: Penerbit Andi.
file.upi.edu/Direktori/.../ASPEK-ASPEK_PERKEMBANGAN.pdf  (di unduh 19 april 2015)
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Eva Imania Eliasa, S.Pd., M.Pd/Microsoft PowerPoint - TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN.pdf
http://hapidzcs.blogspot.com/2012/05/perkembangan-agama-dan-kejiwaan-pada.html